Ulasan
Antara Seek-A-Seek dan Pertanyaan "Kenapa Seniman Selalu Terlihat Lebih Muda dari Usia Sebenarnya?"
Mei 30, 2016![]() |
Seek-A-Seek Design Festival |
Menteng Selatan, dalam sebuah tempat dan situasi, saya
terkepung diantara pribadi-pribadi artsy yang merupakan penggiat –atau minimal
penikmat- seni grafis.
"Seek-A-Seek" yang berlangsung sampai tanggal 20 Juni nanti, merangkum
tiga konsep acara, yaitu: bazar seni, pameran, dan design talk. Meski terbuka
untuk umum, design festival yang bertempat di Dia.Lo.Gue Cafe & Artspace tersebut
meninggalkan impresi yang cukup prestis dan ekslusif bagi saya –yang awam.
Tanzil Hermawan menjadi lokomotif bagi lebih dari 70 designer yang karyanya
dipamerkan dalam acara tersebut.
Sabtu lalu, suasana Dia.Lo.Gue Cafe tampak luar tak bisa
merepresentasikan riuh pameran di dalam. Hanya terparkir beberapa mobil dan poster
acara yang sederhana. Dentum antusiasme manusia-manusia di dalamnya
seolah diredam oleh kesan bangunan cafe yang “pendiam” atau mungkin "disembunyikan".
Begitu memasuki cafe, saya disambut oleh ruang bazar yang tak terlalu besar, menampilkan beberapa produk seni dijual, seperti buku, boneka, keramik, dan lain-lain. Sedikit berbelok ke kiri dan menengok sisi kanan, disanalah letak display utama pameran. Satu sisi tembok yang tertempel puluhan karya seni grafis, yang bagi saya amat penuh teka-teki. Mencoba menjelma sebagai makhluk artsy dadakan, berkali-kali saya mengernyit bahkan bermenit-menit hanya untuk satu karya. Kernyitan yang sama seperti hendak memecah teka-teki matematis dan fisikais. Tapi bukan, saya sepenuhnya sadar bahwa tempelan-tempelan di hadapan saya tersebut adalah mahakarya yang tak pernah meminta penalaran saintistik.
Begitu memasuki cafe, saya disambut oleh ruang bazar yang tak terlalu besar, menampilkan beberapa produk seni dijual, seperti buku, boneka, keramik, dan lain-lain. Sedikit berbelok ke kiri dan menengok sisi kanan, disanalah letak display utama pameran. Satu sisi tembok yang tertempel puluhan karya seni grafis, yang bagi saya amat penuh teka-teki. Mencoba menjelma sebagai makhluk artsy dadakan, berkali-kali saya mengernyit bahkan bermenit-menit hanya untuk satu karya. Kernyitan yang sama seperti hendak memecah teka-teki matematis dan fisikais. Tapi bukan, saya sepenuhnya sadar bahwa tempelan-tempelan di hadapan saya tersebut adalah mahakarya yang tak pernah meminta penalaran saintistik.
![]() |
Display Utama |
Seni. Seni yang bebas. Seni mengejewantahkan
keinginan jiwa. Beberapa tafsir absurd tentang seni saling bertubrukan di
kepala. Ya, saya harus mencoba mengerti tentang seni –minimal- di hari itu. Sementara di sisi kiri adalah Editorial Room, ruang
khusus yang berisi puluhan artwork dalam bentuk buku. Saya lebih banyak
tenggelam dalam gambar berkata-kata di ruangan yang maksimal berisi 6 orang tersebut.
Tanpa berusaha membumikan tafsir seni secara luas, saya sudah mampu larut dalam
melahap beberapa judul buku.
![]() |
Editorial Room |
Di sebuah ruang lain, tak beratap, adalah ruang tentang typography, terdapat display sejarah dan beberapa profil kreator typography. Ruang tengah
menampilkan arti harfiah cafe tersebut, yaitu meja, kursi dan orang-orang yang
menikmati hidangan. Setelah melewati suasana cafe, selanjutnya adalah sebuah
ruang di sisi kiri bernama “Tempat Main Gue”. Ruang terbatas bernuansa hitam
itu khusus menampilkan segala yang luas tentang instalasi seni. Satu sisi tembok di seberang “Tempat Main Gue”
adalah display tentang inti dari branding identity, yaitu logo. Ada juga
display meja berlapis kaca, yang di dalamnya adalah beberapa karya kemasan
produk.
![]() |
Ragam Logo |
Ada dua pintu kaca dengan engsel yang unik sebagai pembatas
antara ruang pameran dengan ruang diskusi, tempat berlangsungnya Design Talk
dan Review Portofolio. Layaknya sebuah ruang kelas semi outdoor dan dilengkapi
deretan kursi kayu. Hari itu, mulai pukul 3 sore berlangsung Design Talk #1 bertajuk
“Going Global: Opportunies for Visual Artist & Graphic Designers in the
Global Market”, dengan pembicara Yoshihiro Taniguchi dan Hiroaki Shono (impor
dari Jepang). Kemudian ada tiga anak muda super inspiratif yang membagi
pengalamannya saat menjadi peserta Unknown Asia Art Osaka 2015.
Acara berlanjut ke Review Portofolio, ada 15 portofolio design grafis, seni rupa, maupun fotografi yang sudah dipilih di malam sebelumnya. Masing-masing kreator diberi kesempatan mempresentasikan portofolionya, kemudian dikomentari oleh dua narasumber asal Jepang tadi. Atau sebut saja semacam bedah karya.
Acara berlanjut ke Review Portofolio, ada 15 portofolio design grafis, seni rupa, maupun fotografi yang sudah dipilih di malam sebelumnya. Masing-masing kreator diberi kesempatan mempresentasikan portofolionya, kemudian dikomentari oleh dua narasumber asal Jepang tadi. Atau sebut saja semacam bedah karya.
Menyadari bahwa satu per satu orang yang tampil di depan
adalah anak-anak muda super inspiratif yang sudah melanglang panggung-panggung
pameran seni bergengsi, membuat seseorang yang duduk di samping saya semakin khawatir
terhadap usianya. Hal tersebut membuat saya tak lepas dari kalkulator ponsel. Siklus
yang terjadi setelah masing-masing kreator memperkenalkan namanya, adalah:
follow akun IGnya dan kepoin karya dan umur. Lalu saya mengkalkulasi selisih
umur-umur kreator muda inspiratif itu dengan umur orang disamping saya –yang kian
khawatir terhadap usianya. Berkali-kali saya membuat kalimat konklusi untuknya,
seperti misalnya: “4 tahun lagi.. masih
ada waktu 4 tahun lagi..”
Kreator-kreator muda yang tampil tersebut, meski
kelihatannya muda, tapi umur mereka sesungguhnya jauh dari tebakan kami.
Pertanyaan ini lagi-lagi mengusik saya:
“Kenapa seniman selalu
terlihat lebih muda dari usia sebenarnya?”
-meski sampai saat ini saya belum berusaha cari tahu
jawabannya.
Catatan kaki: dengan alibi “memilih berada dalam momen”, alhasil tak ada satu foto pun sebagai oleh-oleh. Semua
foto dalam tulisan ini diambil dari akun IG: @dia.lo.gue_arts
(baca juga artikel saya tentang pensil dan ide: Ide dan Kreativitas dalam Lintasan Zaman)
(baca juga artikel saya tentang pensil dan ide: Ide dan Kreativitas dalam Lintasan Zaman)
1 komentar
“Kenapa seniman selalu terlihat lebih muda dari usia sebenarnya?” atau sebaliknya? selalu tampak lebih tua dari umur yang sebenarnya? :)
BalasHapus